Henritee Mariane Katoppo

Lahir di Kota Tomohon, Sulawesi Utara, 9 Juni 1943. Sebagian besar pendidikannya dilalui di luar negeri. Usai meraih gelar Sarjana Muda di Sekolah Tinggi Teologi, Jakarta (1963), ia berangkat ke Tokyo, belajar di International Christian University (1964), lalu di Shingakuhbu sejenis sekolah Teologi, Doshisa Daigaku, Kyoto (1965).

Orang selalu mengidentikkannya dengan Raumanen, novel yang muram, membuat hati pembacanya berpasir. Ia kemudian juga lebih dikenal masyarakat luas sebagai seorang Novelis, ketimbang seorang Teolog Dunia.
Anak bungsu dari 10 bersaudara keluarga Elvianus Katoppo, Menteri Pendidikan Zaman Negara Indonesia Timur ini sudah bekerja sebagai peneliti naskah di British and Foreign Bible Society, salah satu penerbit tertua di dunia, tahun 1966-1969. Pada tahun 1970-1974 ia bekerja di AB Svenska Pressbyran, Stockholm, Swedia.

Pulang ke Indonesia, ia menyelesaikan study Sarjana Lengkap di Sekolah Tinggi Teologia Jakarta (1975-1977) dan melanjutkan studi Pascasarjana di sebuah lembaga pendidikan teologi terkenal di dunia, yaitu Institute Oecumenique Bossey, Swiss selama setahun. Namun, hasil hidup dan bekerja di luar negeri yang sering dibayangkan orang banyak memberi keuntungan materi, tak tersisa pada perempuan yang memilih hidup melajang hingga akhir hayatnya ini. “Saya ini payah, kalau diundang keluar negeri, saya membayar sendiri fiskal dan lain-lain,” katanya.Hingga akhir hayatnya ia hidup sederhana di pinggiran Jakarta, dalam rumah kontrakan tipe 45, penghias rumahnya hanyalah rak penuh buku, ditemani puluhan kucing dan satu yang menjadi kesayangannya yang bernama Prapanca.

Tak banyak yang mengetahui bahwa Henriette M. Katoppo menguasai 12 Bahasa asing secara fasih, mulai dari yang standar seperti Inggris, Belanda, Belgia, Jepang dan lain-lain hingga ke bahasa Rusia , Latin, Tamil, Sahwil, dll, dikuasainya dengan sempurna.

Di dalam buku: “Apa & Siapa Sejumlah Orang Indonesia” yang diterbitkan TEMPO, ia dijuluki “Musuh Kartini”.“Ketokohan Kartini adalah hasil rekayasa Belanda. Namun saya tetap menghargai cara berpikir Kartini,” ujarnya.

Ia pernah mengatakan bahwa ketokohan Kartini adalah rekayasa Belanda, pemikiran dan konsep-konsepnya masih sekedar abstraksi. Tampak ia sependapat dengan Erich Fromm, yang mengatakan semestinya orang jangan mementingkan to have tetapi to be.
“Bahwa Kartini akhirnya terperangkap dalam perkawinan dengan Bupati itu, ya karena pada akhirnya ia menyadari bahwa ia tak akan bisa bertahan dalam struktur yang sangat patriakal. Kartini adalah sebuah figur yang diciptakan Belanda.”katanya.

Katoppo dikenal sebagai Teolog Feminis Pertama di Indonesia dan Asia. Karya teologinya Compassionate and Free: An Asian Woman’s Theology (1979) diterjemahkan ke dalam bahasa Belanda, bahasa Jerman, bahasa Swediadan bahasa Tagalog, dan dipakai sebagai buku ajar di berbagai sekolah Teologi dan Seminari di seluruh dunia.

Katoppo adalah Anggota Pendiri dan mantan Koordinator Ecumenical Association of Third World Theologians(EATWOT) Indonesia (1982), Forum Demokrasi (1991), Kelompok HATI (1980), International Council WCRP. Ia giat sebagai aktivis dan pencetak opini. Pada tahun 1995 ia mewakili Pramoedya Ananta Toer dalam menerima Penghargaan Magsaysay di Manila, Filipina. Ia juga pernah duduk sebagai salah satu Anggota dari Majelis Pekerja Harian Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia.
Katoppo meninggal dunia pada 12 Oktober 2007 di Bogor, di sisi kakaknya, Pericles Katoppo. Penyebabnya diduga serangan jantung. Jenazahnya dikremasikan pada 13 Oktober 2007 di Krematorium Oasis, Tangerang. (Alvin Ratag)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Laksamana TNI Pur. Rudolf Kasenda

Ventje H. N. Sumual

A.A. Maramis